Minggu, 30 Desember 2012

Tempat Wisata Alam di Ciwidey (Bandung Selatan)


Liburan di bulan Mei 2012 yang lalu, kami memilih untuk refreshing bersama keluarga ke lokasi wisata di Ciwidey, Bandung Selatan.
Menempuh perjalanan dari Cikarang, Bekasi menuju Ciwidey dalam masa liburan menjadikan perjalanan kami agak tersendat. Menyusuri Tol Cikampek, dilanjutkan ke Tol Cipularang, lanjut ke Tol Purbaleunyi dan keluar pintu Tol Kopo. Selanjutnya belok kanan menyusuri jalan Soreang - Ciwidey.

Karena perjalanan yang 'cukup' padat, kami sampai di atas (Ciwidey) sudah menjelang petang, sehingga kami putuskan untuk bermalam dulu dan segera hunting tempat penginapan. Dari yang Rp 150ribu hingga 'nyaris' 1jutaan permalam. Dengan diiringi hujan rintik-rintik, kami melepaskan lelah setelah setengah harian dibelakang stir yang membuat kaki dan punggung 'lumayan' penat.

1. Kebun Srawberry.
Pagi yang cerah menyapa hari itu dengan ramahnya, membuat kami sumpringah dan makin semangat untuk menyusuri lokasi demi lokasi. Karena masih cukup pagi (sekitar jam 6.30), kami putuskan untuk masuk ke area kebun strawberry yang begitu mudah dijumpai dipinggiran jalan sepanjang Ciwidey. Kenikmatan tersendiri di sini adalah kita bisa memetik buah strawberry yang sudah matang dan ranum.

2. Kawah Putih, Gunung Patuha
Puas dengan memetik buah strawberry secara langsung dari pohonnya, kami meneruskan perjalanan menuju Kawah Putih. Sedikit cerita tentang Kawah Putih yang berada di Gunung Patuha, Patuha konon berasal dari nama Pak Tua atau ”Patua”. Masyarakat setempat sering menyebutnya dengan Gunung Sepuh. Dahulu masyarakat setempat menganggap kawasan Gunung Patuha dan Kawah Putih ini sebagai daerah yang angker, tidak seorang pun yang berani menjamah atau menuju ke sana. Karena angkernya, burung yang terbang melintas di atas kawah akan mati. Misteri keindahan danau Kawah Putih baru terungkap pada tahun 1837 oleh seorang peneliti botanis Belanda kelahiran Jerman, Dr. Franz Wilhelm Junghuhn (1809-1864) yang  melakukan penelitian di Gunung Patuha.
Perjalanan ke puncak Kawah Putih bisa dengan mengendarai kendaraan sendiri dimana area parkir sangat dekat dengan Kawah Putih, namun harus merogoh kocek yang lebih dalam atau memarkir kendaraan di area parkir bawah kemudian pindah angkutan khusus menuju lokasi dengan membayar ongkos yang lebih murah.
Di sarankan untuk membawa masker dari rumah (ada sih yang jualan disana, kalau tidak mau ribet) karena bau belerang yang cukup menyengat dan berbahaya bagi kesehatan bila berlama-lama di area Kawah Putih. Jangan lupa membawa minum karena perjalanan turun - naik lokasi lumayan curam dan bisa 'sedikit' menguras tenaga.

3. Situ Patengan
Selepas dari Kawah Putih di Gunung Patuha yang exotis, perjalanan kami lanjutkan ke Situ Patengan (Situ Patenggang). Situ Patengan, berasal dari bahasa Sunda, “Pateangan-teangan” yang artinya saling mencari.
Dalam sebuah cerita rakyat yang berkembang, ada sepasang sejoli yaitu Ki Santang dan Dewi Rengganis yang saling mencintai. Entah kenapa, mereka terpisah cukup lama yang kemudian saling mencari. Akhirnya mereka bertemu di tempat yang dinamakan Batu Cinta. Dewi Rengganis pun minta dibuatkan danau dan sebuah perahu untuk berlayar bersama. Perahu inilah yang sampai sekarang menjadi sebuah pulau yang berbentuk hati (pulau Asmara / pulau Sasaka).
Perjalanan dari Kawah Putih menuju Situ Pantengan tidak terlalu jauh dengan melewati perbukitan dan kebun teh di kanan kiri jalan. Nuansa kebun teh 'memaksa' kami untuk selalu membuka kaca kendaraan, wuih suegeeer-nya udara pegunungan. Sesekali kami menghentikan kendaraan untuk sekedar berfoto ria, sayang kalau momen sebagus ini terlewatkan dari bidikan kamera.


4. Air Panas Walini
Perjalanan hari ini kami akhiri dengan berendam air panas di perkebunan teh Walini. Rasa lelah setelah hampir seharian berkeliling ke tempat-tempat yang exotis di seputar Ciwidey, kini kami tuntaskan dengan relaksasi di kolam pemandian air panas Walini.
Memang air panas disini tidak 'sepanas' di Ciater, namun air panas disini sangat tipis bau belerangnya, tidak sekuat di Ciater. Dan juga tidak ditemukan air  yang mengalir bebas seperti halnya di Ciater, hanya ada dua kolam renang yang terisi air panas. Namun jangan kuatir, sensasi air panasnya tetap terasa nikmatnya...
Di tepian kolam renang juga disediakan tikar untuk menaruh barang bawaan, bahkan bisa dipakai untuk gelaran makan besar (bila bawa dari rumah) sambil menikmati kolam air panas.

Setelah berpuas-puas dengan berendam air panas, kami kembali ke penginapan untuk meneruskan perjalanan wisata esok hari.....

Air Terjun Bidadari (Sebuah tempat wisata alternatif di dekat Jakarta. Tepatnya di daerah Sentul, Bogor)


Liburan akhir tahun ini, sengaja kami tidak keluar kota dan kami putuskan untuk mengunjungi lokasi wisata yang deket, tidak kena macet namun tetap exotis. Menempuh perjalanan dari Cikarang, Bekasi menuju lokasi Air Terjun Bidadari (dulu lebih dikenal sebagai Curung Bojongkoneng) tidaklah lama. Setelah keluar tol Sentul Selatan (ingat bukan yang ke Sirkuit ya...) kemudian ambil arah yang ke kiri. Agar tidak salah salah jalan, kami memutuskan untuk nanya ke seseorang dan di sarankan untuk mengikuti petunjuk arah Sentul Paradise Park (yang kemudian kami ketahui sebagai pengelola wahana Air Terjun Bidadari).

Perjalanan sejauh 15 KM dari Tol Sentul Selatan menuju lokasi terasa nyaman meskipun jalanan menanjak dan berkelok menyusuri jalanan yang menembus kampung demi kampung. Sesekali melewati pesepeda yang dengan gigih menapaki tanjakan demi tanjakan. Salut deh buat mereka...
Jalanan cukup mulus dan relatif sepi, dan sesekali mesthi pelan2 apabila berpapasan dengan mobil besar.
Dan jangan kuatir tersesat, karena banyak sekali petunjuk jalan "Sentul Paradise Park" disetiap pertigaan / perempatan jalan. Anda akan serasa dipandu sampai lokasi.

Sekitar 30 - 45 menit menikmati perjalanan yang nanjak dan meliuk-liuk, akhirnya kami sampai lokasi dengan membayar tiket masuk di gerbang terlebih dulu. Sebagai info, tiket masuk di hari Sabtu / Minggu  sebesar Rp. 20ribu, sedangkan untuk special day (seperti libur lebaran, akhir tahun) dikenakan tiket Rp 25ribu per orang (belum termasuk parkir kendaraan, sekitar Rp 10ribu).

Dari tempat parkir menuju lokasi Air Terjun Bidadari, kami perlu jalan kaki sekitar 300an meter melalui jalan turunan yang tajam. Namun baru berjalan sekitar 100an meter, air terjun sudah mengitip dan wow ! Amazing.....

Setelah 'browsing' tempat duduk untuk menaruh barang bawaan, (nah disini kami sarankan untuk membawa tikar / alas kalau tidak mau dikenakan biaya sewa tikar Rp 15ribu untuk durasi 3 jam). Dan akan lebih 'mantabs lagi' bila membawa perbekalan makan besar untuk disantap apalagi bila melewati jam makan siang. Karena lokasi warung yang cukup jauh dan menanjak dari lokasi air terjun, takutnya habis makan langsung laper lagi. he..he..he..

Dan puncak dari perjalanan ini, adalah ketika kami menuju kolam air terjun yang konon mencapai 40 meter tingginya dengan lebar sekitar 7 meter. Dari kejauhan sudah terasa dinginnya air terjun, karena percikan / hembusan air yang dipancarkan bisa mencapai puluhan meter dari pusat jatuhnya air, hrrrrrrr, duingiiin namun segar sekali.

Air yang mengalirpun sangat jernih, dan mengalir secara natural menuju sungai yang terlihat mengular bila dilihat dari kejauhan. Selain itu, air 'sengaja' dialirkan menuju kolam renang buatan yang cukup luas dan tidak terlalu dalam diseputar air terjun. Bagi yang membawa keluarga, bisa menyewa ban dengan tarif Rp 15ribu / Rp 10ribu.

Ini ceritaku, mana ceritamu.....